Jakarta , NR- Aktivis dan pegiat anti korupsi mulai resah dengan ulah bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon, yang dinilai gencar mempidanakan mereka. Karena begitu aktif bersuara menentang kebijakan pemerintah daerah yang dianggap tidak pro rakyat demi mencegah praktik korupsi, merekapun “diamputasi” gerakannya melalui UU ITE dan pasal-pasal Penghinaan Terhadap Penguasa.
Berawal dari mantan ketua komisi C DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Sony H. Ratissa. Sony dikenal dengan gaya gempurnya yang dasyat ketika melontarkan kritikan. Dia kerap mengkritisi kebijakan Petrus Fatlolon yang dinilai tidak bermanfaat bagi masyarakat Tanimbar serta berpotensi menimbulkan praktik korupsi.
Jika kritikannya tak didengar atau diabaikan, dia tak segan-segan melaporkan temuannya ke penegak hukum. Contohnya seperti beberapa kasus di akhir tahun 2017 silam yang dilaporkan Sony Cs ke KPK dan Kejaksaan Agung.
Karena berapi-api dan terkesan kasar dalam melontarkan kritikannya, Sony lantas dilaporkan Bupati Petrus Fatlolon ke Polres Kepulauan Tanimbar dengan tuduhan pencemaran nama baik. Ucapan Sony saat itu bahwa “Bupati setiap minggu dua kali bolak-balik luar daerah, hasilnya mana?”, dikategorikan sebagai unsur pencemaran nama baik Bupati.
Lantas Sony kemudian diputuskan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Saumlaki dan divonis hukuman 18 bulan penjara. Padahal, saat mengeluarkan kritikan tersebut, Sony masih aktif sebagai anggota DPRD dan berhak mendapat perlindungan hukum sesuai undang-undang yang berlaku.
Hal serupa juga dialami Ketua Lembaga Pengawas Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP KPK) Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Jhon Solmeda. Kamis 4 Februari 2021 pekan kemarin, Jhon Solmeda ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa sebagai saksi di ruang reskrim Polres Kepulauan Tanimbar.
Solmeda dituduh melanggar pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektrinik dan pasal 208 ayat (1) KUHP yang merujuk pada penghinaan terhadap penguasa.
Dikabarkan sebelumnya bahwa Jhon Solmeda telah melayangkan surat klarifikasi kepada pemerintah daerah bahwa akun atas nama @2019Pilatus bukan miliknya dan tidak pernah membuat tulisan tersebut. Surat klarifikasi Solmeda dilayangkan setelah Pemda mengirimkan surat somasi (teguran) kepadanya. Walaupun klarifikasi telah dilayangkan sesuai tuntutan Pemda namun sama sekali tidak digubris. Bupati Petrus Fetlolon tetap melaporkannya ke Polres setempat untuk diproses hukum.
Solmeda dikenal sebagai seorang pemuda yang kritis dalam melihat sebuah persoalan, apalagi menyangkut kebijakan pemerintah daerah. Kecerdasan dan integritasnya tidak diragukan lagi. Tulisan hasil investigasi timnya dapat membuka mata masyarakat Tanimbar apa sebenarnya yang terjadi saat ini. Bahkan lembaga LP KPK yang dipimpinnya di Tanimbar terus berafiliasi dengan penegak hukum, baik di daerah maupun di pusat sehingga membuat resah para mafia proyek dan maling uang rakyat. Solmedapun dianggap sebagai rintangan dan harus didiamkan.
Selain Sony Ratissa dan Jhon Solmeda, ada nama-nama aktivis lain yang juga pernah berurusan dengan hukum karena dilaporkan Bupati Petrus Fatlolon. Mereka diantaranya Charles Tanago (aktivis lingkungan hidup), Agustinus Rahanwarat (tokoh Pemuda Tanimbar) dan Faizal Lina (Pemuda Muslim Tanimbar). Dari ketiga nama ini, Faizal Lina lah yang masih terus berjuang hingga sekarang.
Faizal melaporkan Bupati Petrus Fatlolon ke Polda Maluku beberapa waktu lalu karena ucapan Petrus Fatlolon dalam orasi politiknya di kecamatan Nirunmas pada 2016 lalu, diduga melecehkan kitab suci umat Mulsim (Al-Qur’an). Dari informasi yang dihimpun, para saksi dalam kasus ini telah dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyidik Polda Maluku. Faizal Lina sendiri hingga saat ini belum terkonfirmasi keberadaannya, tapi benyak informasi beredar bahwa Faizal berada di kota Ambon untuk mengawal laporannya.
Tak hanya aktivis dan pegiat anti korupsi, media-media di Tanimbar yang secara transparan dan independen memberitakan dugaan korupsi juga terancam dibungkam. Bahkan wartawan dan media Haluanindonesia.co.id Meki Samangun di somasi Pemda Kepulauan Tanimbar beberapa waktu lalu karena memberitakan dugaan keterlibatan anak Bupati Petrus Fatlolon dalam pekerjaan proyek badan jalan nasional.
Hal ini membuat sebagian kaum jurnalis di Tanimbar goyah integritasnya. Merekapun berkarya dalam dilema, dimana selalu was-was dalam memberitakan sebuah perkara dugaan korupsi. Jika keliru menyajikan data dalam menulis, takutnya mereka akan di somasi dan dipolisikan PENGUASA TANIMBAR.
Cara “mengamputasi” gerakan aktivis, pegiat anti korupsi dan wartawan (media) ini membuktikan bahwa apa yang dikumandangkan Bupati Petrus Fatlolon selama ini tentang pemerintah daerah yang terbuka dan tidak anti kritik adalah TIDAK BENAR. Bupati Petrus Fatlolon lebih peduli terhadap perkara nama baiknya ketimbang mempidanakan kontraktor-kontraktor nakal yang selama ini merugikan keuangan negara dengan menciptakan proyek mangkrak bagi masyarakat Tanimbar.
Sedangkan orang-orang seperti Sony Ratissa, Jhon Solmeda, Charles Tanago dan lain sebagainya adalah pahlawan. Tanpa mempedulikan pribadi dan keluarganya, mereka terus berjuang menjaga uang rakyat (APBD) dari maling-maling berdasi.
Hingga berita ini diterbitkan, kami masih berupaya mengkonfirmasi pihak terkait.
Penulis: Marcel Kalkoy.