Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan akan berangkat ke Kabupaten Cilacap pada Rabu (19/11) untuk memimpin secara langsung Apel Kesiapsiagaan Bencana. Langkah tersebut diambil menyusul musibah banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Cilacap, menewaskan warga serta membuat sejumlah lainnya dinyatakan hilang.

Hal itu disampaikan Tito kepada awak media usai menghadiri Rapat Koordinasi Pembahasan Penataan Ulang RTRW, Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah (LBS), LP2B, KP2B, dan Mitigasi Bencana Hidrometeorologi yang digelar secara hybrid dari Ruang Sidang Utama Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
“Melakukan apel, apel kesiapan [kesiapsiagaan bencana], dan saya sendiri besok akan memimpin di Cilacap,” ujar Mendagri.
Situasi Cilacap Masih Darurat
Hingga hari keempat pencarian, Tim SAR gabungan masih bekerja keras melakukan pencarian korban longsor yang tertimbun material tanah di Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap. Proses pencarian menggunakan alat berat ekskavator untuk mempercepat evakuasi mengingat medan yang sulit dan potensi longsor susulan.
Peristiwa longsor dilaporkan terjadi setelah hujan deras berkepanjangan mengguyur wilayah tersebut, mengakibatkan tanah labil dan menimpa permukiman warga.
Mendagri: Jawa dan Bali Perlu Perhatian Khusus
Dalam penjelasannya, Tito menyampaikan bahwa sesuai laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan tinggi diperkirakan berlangsung pada November 2025 hingga Januari 2026. Wilayah selatan Indonesia—mulai dari Bengkulu, Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, hingga selatan Maluku dan Papua—masuk kategori rawan bencana hidrometeorologi.
“Yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah Jawa dan Bali. Kenapa? Karena penduduknya besar. Kalau terjadi longsor di tanah kosong, enggak apa-apa. Tapi kalau terjadi longsor di daerah permukiman, itu rawan,” tegas Tito.
Instruksi untuk Kepala Daerah: Inventarisasi, Mitigasi, dan Relokasi Sementara
Tito meminta seluruh kepala daerah belajar dari musibah di Cilacap dengan segera menginventarisasi titik rawan longsor dan banjir di wilayah masing-masing. Setelah pemetaan risiko dilakukan, pemerintah daerah diminta mengeksekusi langkah mitigasi, seperti penguatan tebing di zona rawan atau relokasi sementara warga bila penguatan tidak memungkinkan.
“Setiap daerah harus mengambil langkah-langkah mitigasi. Kalau penguatan tidak bisa dilakukan, warga perlu direlokasi sementara,” ungkapnya.
Koordinasi dengan Forkopimda dan Dukungan BNPB
Mendagri juga meminta pemerintah daerah segera memperkuat koordinasi melalui Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) agar penanganan bencana dapat dilakukan secara terpadu.
Ia menambahkan, daerah yang masuk status darurat bencana dapat mengajukan bantuan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk kebutuhan anggaran perbaikan, penanganan, hingga upaya pencegahan seperti operasi modifikasi cuaca.
“Jalan yang rawan longsor perlu diperbaiki. Kalau pun anggaran daerah terbatas, daerah dapat ditetapkan menjadi status darurat. BNPB bisa memberikan back up berupa anggaran, perbaikan, maupun pencegahan bencana, termasuk operasi modifikasi cuaca,” jelas Tito.
Dengan apel yang akan dipimpinnya di Cilacap, Mendagri berharap kesiapsiagaan seluruh jajaran pemerintah daerah semakin meningkat sehingga potensi kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi dapat diminimalkan.










