Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya menjadikan Kota Bandung kota yang produktif, inklusif, dan berdaya saing tinggi. melalui kolaborasi dunia usaha, pendidikan, dan masyarakat.

Hal itu disampaikan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan saat menghadiri Rempuk Kota di Oakwood Merdeka Bandung, Kamis, 23 Oktober 2025.
Farhan menilai persoalan terbesar bukan hanya soal jumlah pengangguran, tetapi beratnya beban hidup kelompok rentan yang belum terserap pasar kerja.
“Secara angka pengangguran kita rendah, tapi beban hidup mereka tinggi. Pemerintah harus meringankan keseharian masyarakat,” katanya.
Fokus awal Pemkot adalah mengurangi beban transportasi yang membebani pekerja berpenghasilan rendah. Menurut Farhan, biaya mobilitas harian di Bandung bisa menghabiskan sekitar Rp300.000 per bulan.
“Itu sekitar 7,5 persen dari UMK. Maka intervensi untuk menurunkan biaya mobilitas menjadi penting,” ujarnya.
Farhan juga mengingatkan bahwa keberhasilan ekonomi tidak cukup diukur dari indikator makro. Pertumbuhan investasi dan industri dinilai belum otomatis meningkatkan kesejahteraan warga.
“Raport ekonomi kita bagus, tapi perasaan masyarakat tidak boleh diabaikan. Mereka bekerja setiap hari, tapi kenapa tetap merasa kurang? Itu menyangkut harga diri dan daya beli,” ucapnya.
Ia menambahkan, pemerintah kini harus fokus pada pemerataan dan literasi keuangan.
“Bukan hanya pertumbuhan, tapi distribution of income. Daya beli nominal naik, tapi secara relatif bisa turun karena inflasi dan kualitas barang,” kata Farhan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung, Asep Mulyadi menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini mengumpulkan pihak-pihak yag berperan besar dalam upaya megurangi pengangguran di Kota Bandung
“Sangat mengapresiasi pertemuan hari ini, tapi tentu saja tidak cukup menyelesaikan pertemuan. Kita harus menentukan langkah-langkah strategis ke depan. Semoga semangat kolaborasi saya yakin Kota Bandung bisa jadi kota yang tidak hanya kreatif namun berdaya saing mengikuti perkembagan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Disnaker Kota Bandung, Andri Darusman, menyampaikan, kegiatan ini adalah upaya menurunkan tingkat pengangguran di Kota Bandung dengan melibatkan berbagai lintas pemangku kepentingan.
Berbagai strategi konkret juga sudah dilakulan Pemerintah Kota Bandung diantaranya melakukan pelatihan vokasi dan sertifikasi kompetensi, kemitraan industri untuk pemagangan, bursa kerja dan program padat karya.
Andri memaparkan 49 persen dari total pengangguran terbuka di Bandung merupakan lulusan SMA/SMK yang tidak melanjutkan pendidikan. Dari 100.300 penganggur, hampir separuhnya tidak ‘match’ dengan kebutuhan pasar kerja di Bandung.
“Bandung adalah kota jasa. Pasar kerjanya tidak lagi bertumpu pada otomotif atau manufaktur, sementara lulusan SMK kita masih banyak di bidang itu. Maka kurikulum, pelatihan, dan link-and-match harus diarahkan ke sektor pariwisata, kuliner, kreatif, dan hospitality,” jelas Andri.
Disnaker tahun ini menargetkan pelatihan bagi 15.000 warga dan mendorong lahirnya wirausaha baru melalui sinergi dengan Diskop UKM, Disdagin, industri, serta lembaga pelatihan. Program pemagangan dan padat karya juga terus diperluas, dengan anggaran padat karya mencapai Rp24 miliar.
“Karena industri formal makin terbatas dan banyak yang bergeser ke luar Bandung, maka kewirausahaan, kreativitas, dan jasa harus diperkuat. Bandung harus jadi kota yang mampu menyerap tenaga kerja dari sektor inovatif,” ujar Andri. (mis/rob)