Buntok, 18 November 2025 – Pemerintah mengambil langkah tegas untuk menghadapi ancaman alih fungsi lahan sawah yang kian mengkhawatirkan. Pada Senin, 18 November 2025, bertempat di Aula Rumah Jabatan Bupati Barito Timur, digelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pembahasan Penataan Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah, Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Kawasan Pertanian Berkelanjutan tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota.


Rakor ini menghadirkan pejabat tinggi dari Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, Kemenko Pangan, hingga pemerintah daerah, dalam upaya memperkuat pengendalian alih fungsi lahan sawah. Salah satu fokus utama adalah revisi Perpres No. 59 Tahun 2019, agar aturan terkait pengendalian alih fungsi sawah lebih tegas dan komprehensif. Regulasi baru yang diusulkan mencakup moratorium izin konversi sawah non-pertanian dan pemberian insentif untuk mempertahankan lahan sawah produktif.
Dalam rakor tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menekankan urgensi percepatan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD), dengan target perlindungan hingga 87% dari total Lahan Baku Sawah nasional seluas 7,38 juta hektar. Sayangnya, data menunjukkan ketidaksinkronan: baru 194 kabupaten/kota (sekitar 57%) yang memasukkan LP2B dalam RTRW mereka. Menteri Nusron mengingatkan bahwa ketidaksesuaian ini dapat memicu konversi sawah ilegal dan mengancam ketahanan pangan nasional.
Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menegaskan komitmen untuk melindungi lahan sawah rakyat. “Percepatan penetapan LSD di semua provinsi dan penguatan mekanisme pengawasan alih fungsi lahan menjadi prioritas utama kita,” ujarnya. Pemerintah pun menyiapkan strategi pengawasan berbasis teknologi, termasuk pemantauan satelit real-time, untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan sawah secara cepat.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan berbagai insentif bagi petani, mulai dari alokasi anggaran melalui DAK Tematik Pangan, subsidi hasil panen, hingga insentif pajak bagi pemilik sawah. Semua upaya ini bertujuan agar lahan sawah tetap produktif, terlindungi, dan tidak mudah dialihfungsikan.
Menteri ATR Nusron Wahid menegaskan, “Sawah yang sudah ditetapkan sebagai LP2B mutlak tidak boleh dialihfungsikan. Bupati dan wali kota harus berhati-hati dalam memberikan izin perubahan fungsi lahan.”
Rakor ini menegaskan bahwa perlindungan lahan sawah bukan sekadar urusan regulasi, tetapi juga pertaruhan ketahanan pangan nasional. Dengan revisi Perpres, percepatan penetapan LP2B/LSD, serta pemanfaatan teknologi pengawasan, pemerintah berharap mampu menahan laju alih fungsi lahan sawah yang selama ini menjadi ancaman serius.
Jika langkah-langkah ini berhasil, nasib sawah Indonesia bisa lebih aman, menjamin ketahanan pangan, dan memberikan kepastian hukum bagi petani. Namun, tantangan tetap ada: sinkronisasi data antar daerah dan konsistensi implementasi RTRW lokal menjadi kunci utama keberhasilan strategi nasional ini.(Jo“Darurat Lahan Sawah! Pemerintah Percepat Proteksi LP2B dan Revisi Perpres untuk Lindungi Ketahanan Pangan”
Buntok, 18 November 2025 – Pemerintah mengambil langkah tegas untuk menghadapi ancaman alih fungsi lahan sawah yang kian mengkhawatirkan. Pada Senin, 18 November 2025, bertempat di Aula Rumah Jabatan Bupati Barito Timur, digelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pembahasan Penataan Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah, Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Kawasan Pertanian Berkelanjutan tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Rakor ini menghadirkan pejabat tinggi dari Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, Kemenko Pangan, hingga pemerintah daerah, dalam upaya memperkuat pengendalian alih fungsi lahan sawah. Salah satu fokus utama adalah revisi Perpres No. 59 Tahun 2019, agar aturan terkait pengendalian alih fungsi sawah lebih tegas dan komprehensif. Regulasi baru yang diusulkan mencakup moratorium izin konversi sawah non-pertanian dan pemberian insentif untuk mempertahankan lahan sawah produktif.
Dalam rakor tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menekankan urgensi percepatan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD), dengan target perlindungan hingga 87% dari total Lahan Baku Sawah nasional seluas 7,38 juta hektar. Sayangnya, data menunjukkan ketidaksinkronan: baru 194 kabupaten/kota (sekitar 57%) yang memasukkan LP2B dalam RTRW mereka. Menteri Nusron mengingatkan bahwa ketidaksesuaian ini dapat memicu konversi sawah ilegal dan mengancam ketahanan pangan nasional.
Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menegaskan komitmen untuk melindungi lahan sawah rakyat. “Percepatan penetapan LSD di semua provinsi dan penguatan mekanisme pengawasan alih fungsi lahan menjadi prioritas utama kita,” ujarnya. Pemerintah pun menyiapkan strategi pengawasan berbasis teknologi, termasuk pemantauan satelit real-time, untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan sawah secara cepat.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan berbagai insentif bagi petani, mulai dari alokasi anggaran melalui DAK Tematik Pangan, subsidi hasil panen, hingga insentif pajak bagi pemilik sawah. Semua upaya ini bertujuan agar lahan sawah tetap produktif, terlindungi, dan tidak mudah dialihfungsikan.
Menteri ATR Nusron Wahid menegaskan, “Sawah yang sudah ditetapkan sebagai LP2B mutlak tidak boleh dialihfungsikan. Bupati dan wali kota harus berhati-hati dalam memberikan izin perubahan fungsi lahan.”
Rakor ini menegaskan bahwa perlindungan lahan sawah bukan sekadar urusan regulasi, tetapi juga pertaruhan ketahanan pangan nasional. Dengan revisi Perpres, percepatan penetapan LP2B/LSD, serta pemanfaatan teknologi pengawasan, pemerintah berharap mampu menahan laju alih fungsi lahan sawah yang selama ini menjadi ancaman serius.
Jika langkah-langkah ini berhasil, nasib sawah Indonesia bisa lebih aman, menjamin ketahanan pangan, dan memberikan kepastian hukum bagi petani. Namun, tantangan tetap ada: sinkronisasi data antar daerah dan konsistensi implementasi RTRW lokal menjadi kunci utama keberhasilan strategi nasional ini. ( Joe)










